KPK Ungkap Modus Dugaan Pemerasan Oleh Pejabat Kemnaker Tentang Pengurusan RPTKA

JAKARTA,PREVENTIF.CO.IDKomisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan delapan tersangka kasus dugaan pemerasan pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Dari keseluruhan, empat orang telah dilakukan penahanan. Dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, empat terakhir yang dilakukan penahanan yakni, SH (Suhartono) Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker 2020-2023; HY (Haryanto) Dirjen Binapenta 2024-2025; (WP) Wisnu Pramono Direktur PPTKA 2017-2019; dan DA (Devi Angraeni) Direktur PPTKA 2024-2025.

Sementara yang belum ditahan, GTW (Gatot Widiartono) Kepala Subdirektorat Maritim dan Pertanian Dirjen Binapenta 2019-2021 Serta 3 Tersangka lainnya, yakni PCW (Putri Citra Wahyoe); JMS (Jamal Shodiqin), ALF (Alfa Eshad), Staf PPTKA pada Dirjen Binapenta Kemnaker 2019-2024.

Setyo Budiyanto menyampaikan para tersangka memiliki peran berbeda dalam praktik pungutan liar (pungli) pengurusan RPTKA. Tersangka PCW, ALF, dan JMS, akan memberitahukan kekurangan berkas kepada pemohon yang sudah pernah menyerahkan sejumlah uang pada pengajuan sebelumnya, atau pemohon yang menjanjikan akan menyerahkan uang setelah RPTKA selesai diterbitkan

“Sedangkan bagi pemohon yang tidak memberikan uang, tidak diberitahu kekurangan berkasnya, tidak diproses, atau diulur-ulur waktu penyelesaiannya,” katanya, Jumat (18/7/2025). Dilansir dari SindoNews

Bagi pemohon yang RPTKA tidak diperoleh maka akan mendatangi kantor Kemnaker, dalam pertemuan itu PCW, ALF dan JMS menawarkan bantuan untuk mempercepat proses pengesahan RPTKA, dan meminta sejumlah uang.

“Setelah diperoleh kesepakatan, maka pihak Kemnaker menyerahkan nomor rekening tertentu untuk menampung uang dari pemohon,” tuturnya.

Setyo menjelaskan dalam pengajuan RPTKA, ada tahapan wawancara terkait identitas dan pekerjaan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang akan dipekerjakan, melalui Skype. Namun PCW, ALF, dan JMS tidak akan memberikan jadwal Skype pada pemohon yang tidak memberikan uang dalam pengurusan RPTKA tersebut.

RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh TKA sebagai syarat lain terkait izin kerja dan izin tinggal. Namun apabila RPTKA tidak diterbitkan, maka penerbitan izin kerja dan izin tinggal TKA akan terhambat.

“Hal ini menyebabkan pengeluaran denda kepada TKA selama RPTKA belum terbit, yaitu sebesar Rp1.000.000,- per hari. Sehingga para Pemohon RPTKA terpaksa memberikan sejumlah uang kepada Direktur PPTKA dan Dirjen Binapenta melalui PCW, ALF, JMS selaku verifikator, supaya tidak terkena denda,” tuturnya. Sedangkan, tersangka SH, WP, HY, dan DA juga memerintahkan pegawai Direktorat PPTKA agar memprioritaskan pengesahan RPTKA untuk pihak pemohon yang telah menyerahkan sejumlah uang.

“Selain memberikan perintah untuk meminta uang, SH, WP, HY, dan DA secara aktif meminta dan menerima uang dari GTW, PCW, ALF, JMS yang bersumber dari pengajuan RPTKA, dan digunakan untuk keperluan pribadi,” jelasnya.(**)

Editor : Megy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *